YUNA

 

Mata yang indah dengan rambut ikal sempurna, gadis kecil yang sehari-hari diasuh oleh sang nenek sedang bereceloteh kecil. Yuna namanya. Entah kata-kata apa yang ia keluarkan dari mulutnya yang mungil itu, neneknya pun tak tahu. Wanita tua itu hanya mendengarkan dengan senyum simpulnya seraya berdoa kepada sang Maha Kuasa.

            “Semoga selalu sehat ya, Nduk,” gumam sang nenek dalam hati.

            Balita yang usianya genap satu setengah tahun itu, sudah sejak dua bulan ini tinggal berdua dengan sang nenek yang letak rumahnya berada di pinggiran kota. Wajah keriput itu tak menunjukkan kelelahan dalam mengurus makhluk kecil yang sedang tumbuh dalam asuhannya tersebut. Justru binar bahagia ketika melihat pertumbuhan balita lucu itu setiap harinya. Terlebih ketika ada hal-hal yang baru bisa dilakukan oleh sang cucu.

            Seperti sore ini, Yuna yang biasanya ketika hendak makan langsung membuka mulut minta langsung disuap oleh neneknya. Namun, berbeda kali ini. Ada yang Yuna ucapkan sebelum suapan itu masuk ke dalam mulutnya.

 “Bismillah.” seraya tangan keriput itu menyuapkan nasi ke dalam mulut Yuna.

            Andainya saja ada sepasang telinga lagi yang bisa mendengarkan ucapan yang dikatakan Yuna barusan, tentunya ia akan sangat senang. Hanya saja, sepasang telinga itu kini jauh dari jangkauan mereka berdua. Iya, terhitung sudah dua bulan ini, ia merindukan anak perempuanya itu. Tak lain, ibunya Yuna.

            Adzan magrib berkumandang, keduanya sudah berada dalam rumah. Sementara, wanita berusia lima puluh tahun itu sedang melaksanakan salat magrib. Yuna duduk sambil memainkan mainannya yang tak jauh dari tempat neneknya salat.

Setiap malam Yuna tertidur dalam dekapan. Mengusap dan menyanyikan lagu pengantar tidur agar bocah kecil itu dapat terlelap dalam dekapan sambil mengamati wajah polosnya. Wajah polos yang harusnya masih dalam dekapan seorang wanita bernama ibu. Entah apa yang dirasakan ibunya kala itu. Balita yang seharusnya masih berada dalam buaiannya, malah ia tinggal pergi. Ia memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan warung nasi di kota, demi memenuhi kebutuhan balitanya dan ibunya yang sudah tak kuat lagi untuk bekerja.

***

            Pagi ini tak seperti biasanya. Yuna tak meminta susu, padahal setiap pagi saat Yuna sudah selesai mandi tanpa ditanya bocah kecil itu langsung meminta susu kepada sang nenek. Berbeda dengan pagi ini. Setelah rapi dengan kuncir rambut ikalnya, Yuna tampak tak bersemangat. Ia hanya duduk di teras memperhatikan sesuatu yang tak luput dari sorot mata kecilnya yang mengarah di seberang rumah neneknya.

            “Yuna, mau minum susu?”

            “Bu, bu.” celoteh Yuna sambil mengarahkan telunjuk ke arah depan.

            Refleks tubuh sang nenek berbalik arah. Tak berselang waktu lama, tubuh renta itu kembali ke posisi semula. Dengan gerakan cepat, sepasang tangan lemah itu langsung memeluk Yuna dan mendekapnya erat. Buliran air telah membasahi pipi keriputnya. Tatapan Yuna beralih pada wajah sang nenek, mungkin bingung. Hanya diam yang ia tunjukkan saat neneknya membawanya masuk ke dalam rumah.

          Ruangan yang berukuran 4x4 meter itu menjadi tempat keduanya menghabiskan waktu sehari-hari. Pada siang itu, di ruang tamu, sesekali terdengar suara decapan Yuna yang sedang menghisap botol susunya. Wajah polos nan lucu itu, menjadi penawar rindu akan kehadiran anak perempuannya yang sudah dua bulan ini belum pulang ke rumah.

            “Yuna habiskan susunya ya nduk.” ucap nenek sambil melihatkan senyum ikhlasnya itu.


Lubuklinggau, 10 Desember 2021

Komentar

  1. Cerita pendek tentang sepenggal kehidupan anak manusia. Hidup itu memang keras.

    BalasHapus
  2. semoga ibu dari anak, ibu dari yuna dan yuna selalu diberikan kesehatan dan suatu saat bisa berkumpul dalam ruang yang dinamakan dengan kebahagiaan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih SM-3T

Musibah Sebagai Pengingat Kita Semua