Sampul Rapor Fairus

Pagi yang lumayan cerah, karena tampak kelabu pada beberapa titik langit pagi ini. Hampir setiap pagi, anak-anak menyambut kedatangan saya saat tiba di sekolah. Mereka duduk di lantai putih keramik sambil bersenda gurau bersama teman-temannya. Saat saya sudah terlihat di depan gerbang, sorak-sorai  terdengar telinga dengan riang. Kelas satu. Iya, ini tahun ketiga saya dipercaya untuk menjadi guru kelas paling rendah ini pada jenjang sekolah dasar. Ah, bukan dipercaya. Tetapi memang keinginan hati untuk mengajar anak-anak yang sebagian masih sering menangis pada saat awal-awal masuk sekolah. 

Jika mengingat hal itu, rasanya ada kebanggan tersendiri melihat mereka sekarang sudah berani berangkat dan pulang sekolah sendiri. Apalagi kalo sudah berani tampil ke depan kelas untuk menunjukkan angka dan huruf. Sungguh hal yang mungkin remeh, tapi menjadi hal luar biasa bagi saya ketika mata ini dapat menyaksikan pergerakan mereka dari hari ke hari. Hehe.

Senin, minggu kedua di bulan Desember ini kami melangsungkan Penilaian Akhir Semester (PAS) hari ketiga. Karena tiga hari yang lalu kami sudah mulai melangsungkan PAS. Pada hari pertama PAS, tepatnya hari Jum'at. Saya memberi pengumuman jika anak-anak kelas satu diminta membawa uang sebesar dua puluh ribu rupiah. Uang tersebut untuk pembelian sampul rapor mereka, yang rencananya akan dibagikan pada tanggal 5 Januari 2022 mendatang.

Sesuai dengan kesepakatan awal. Pengumpulan uang tersebut dilaksanakan hari ini. Saya sangat paham, belum tentu semua anak-anak dapat mengumpulkan uang sampul rapor tersebut. Saat saya tanya kenapa belum membawa uangnya, jawaban mereka hampir sama, orang tuanya belum mempunyai uang. Begitulah, sekolah kami yang berada di desa ini. Mayoritas mata pencaharian orang tua mereka bekerja sebagai petani penyadap karet. Jadi, saya sudah sangat memaklumi itu. Dari itu pula, setiap saya ingin mengumumkan untuk pengumpulan uang sampul rapor, saya sudah berpesan kepada anak-anak. Jika sampul rapor boleh dicicil untuk pembayarannya, sesuai dengan uang yang mereka punya.

Agar berjalan dengan tertib, pengumpulan uang saya urutkan berdasarkan barisan meja duduk anak-anak. Satu persatu anak-anak maju untuk menyerahkan uang sampul rapor mereka. Tibalah giliran barisan anak laki-laki. Fairus, anak laki-laki yang berwajah sendu ini memang memiliki hati yang sedikit lembut. Seperti terwakili olah wajahnya. Kaki mungilnya melangkah maju ke arah meja duduk saya untuk menyerahkan uang satu lembar yang ia gulung kecil hampir mirip stik permen. 

Langkah yang semakin mendekat itu, sudah terlihat berapa uang yang akan Fairus serahkan. Tepat di samping saya, Fairus sambil bicara pelan dan menyerahkan uang satu lembar bergambar tokoh pahlawan nasional perempuan, Tjut Meutia itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ia mengatakan kalo ibunya belum punya uang. Uang tersebut merupakan uang jajannya hari ini yang sengaja ia simpan untuk mencicil uang rapor. Ah, hati mana yang tidak tersentuh. Telinga mana yang tak menajam jika mendengar tutur kata anak seusia Fairus mengatakan hal itu. Dengan senyum bangga, saya menerima uang tersebut. Sambil mengatakan kata-kata penguatan dan mengajak tepuk semangat bersama anak-anak yang lainnya. 

Foto diambil saat peringatan HGN bulan lalu. (Dok. Pribadi)


Wajah yang tadinya tampak sedih dan mata yang sebelumnya berkaca-kaca, memudar sudah karena keramaian tepuk semangat dari teman-teman Fairus yang luar biasa. Terima kasih anak-anak hebat, sudah memberi pelajaran pada diri ini hampir tiap harinya. Karena dari mereka juga saya banyak belajar.

Lubuklinggau, 6 Desember 2021




Komentar

  1. Serunya bersama anak-anak SD. Luar biasa Ibu.
    Salam kenal....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Bu, banyak belajar dari mereka.
      Terima kasih sudah mampir dan memberi jejak pada tulisan saya. Salam kenal juga ibu...

      Hapus
  2. Semangat Ibu Guru...
    Fairus Hebat, semoga kelak menjadi anak yang banyak rezekinya. Aamiinn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat untuk kita semua pak.
      Aamiin.
      Terima kasih sudah mampir dan memberi jejak pada tulisan ini pak.

      Hapus
  3. Wah akhiran ceritanya begitu menyentuh. Salam literasi Bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam literasi pak.
      Terima kasih sudah mampir dan memberi jejak pada tulisan ini pak...

      Hapus
  4. Balasan
    1. Iya pak... Dari kejadian di kelas itulah, akhirnya saya tulisan berawal dari pak Susanto yg memotivasi untuk menulis hari senin. Terima kasih sudah mampir dan memberi jejak pada tulisan ini pak...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

YUNA

Terima Kasih SM-3T

Musibah Sebagai Pengingat Kita Semua